Wisata Tsunami Dari Ujoeng Kareung ke Suak Raya - Meulaboh
Menjejak langkah di Bumoe Teuku Umar - gelar untuk
Meulaboh - akan terasa jejak musibah besar 2004, tsunami. Kota kecil yang
dikelilingi laut itu jauh sebelumnya dikenal sebagai tempat seorang pahlawan
nasional, Teuku Umar menjemput kematiannya. Belakangan, setelah kejadian
musibah delapan tahun lalu, Meulaboh diidentikkan sebagai kawasan terparah
terkena imbas tsunami. Nah, sebagai destinasi wisata, apa yang bisa dilihat di
tempat ini?
Dari Ujoeng Kareueng, Anda akan mendapati kawasan ini
seperti kapal yang berdiri tenang di tengah laut. Dikelilingi pepohonan kelapa
yang berdiri berderet-deret sepanjang jalanan pantai, membuat kawasan itu
seperti dipagari keindahan. Batu-batu karang yang ada di sana, lengkap dengan
pembatas laut, kian lengkaplah pemandangan alam yang disuguhkan pantai itu.
Dari 1998, saya sudah menetap di kota ini sendiri
saja. Ketika itu, saya sedang menempuh pendidikan di sana. Sampai pada
2006 memilih untuk mengontrak salah satu rumah persis beberapa meter saja dari
bibir Pantai Suak Sigadeng. Dari Suak Sigadeng ke Ujoeng Kareung memakan waktu
sekitar dua jam, jika ingin berjalan-jalan sepanjang pantai dengan berjalan
kaki.
Ujoeng Kareueng memang tidak memiliki pantai berpasir
seperti halnya Sigadeng. Namun, di sini terdapat tempat untuk menenangkan
pikiran, bersama pelabuhan kecil yang bisa dijadikan tempat untuk bongkar muat
barang dari berbagai wilayah nusantara. Juga, terdapat banyak orang yang
memanfaatkan ketenangan tempat itu dengan melempar kail. Jelang akhir pekan,
dari pagi sampai jauh malam hari, biasanya banyak terdapat penduduk yang menghabiskan
waktu dengan mengail di tempat ini.
Sebagian remaja yang sedang dibuai asmara, tak
jarang, mereka menjadikan kawasan ini sebagai sasaran untuk mereka melukis
cerita cintanya seperti drama-drama percintaan di televisi. Sayangnya, tentu di
sana mereka tidak leluasa untuk berdua, karena qanun-qanun (aturan daerah) yang
memang kental dengan keislaman, memagari keleluasaan itu.
Tidak kalah, juga dengan siswa-siswa dari berbagai
sekolah yang ada di kabupaten Aceh Barat yang merupakan kabupaten Meulaboh menjadikan
tempat itu sebagai destinasi wisata mereka selepas ujian. Mereka bisa leluasa
bermain-main di sana. Bukan hanya Ujoeng Kareung, tapi juga Pantai Barat, Suak
Ribee, dan Suak Raya. Pasir di pantai itu demikian memukau. Tak ayal,
pengunjung dari berbagai kawasan, juga dari luar daerah sering mendatangi
pantai itu untuk berpiknik.
Di sepanjang pantai, dari Ujoeng Kareung sampai Suak
Raya, bahkan Suak Timah, banyak tersedia tempat untuk berteduh yang
terdiri dari jamboe-jamboe. Di jamboe-jamboe itu, tersedia berbagai
minuman dan juga makanan khas Meulaboh. Air kelapa muda menjadi sasaran banyak
pengunjung setiap mereka berkunjung ke tempat tersebut.
Biasanya, kelapa muda itu memang dipetik oleh penjual
di kawasan itu langsung di lokasi. Karena, lagi-lagi karena di sana berjajar
pohon kelapa dengan jumlah yang tidak terhitung. Sebagian dari pohon kelapa itu
memang dimiliki oleh penduduk setempat. Meski ada juga di antaranya yang memang
sudah tidak memiliki empunya, karena banyak juga dari pemilik yang sudah meninggal
dunia ketika tsunami 2004 menyambangi tanoeh Johan Pahlawan itu.
Tidak hanya itu, Kopi Tubruk, juga menjadi minuman
yang paling digemari oleh pengunjung yang menyambangi tempat ini. Sambil
menikmati udara jelang sore, sambil menanti saat matahari yang perlahan
tenggelam. Percikan cahaya merah di langit yang seperti berbatasan dengan laut
itu akan kian meresap di sanubari, seiring kopi tubruk terhirup pelan-pelan.
Apalagi ditambah dengan Mie Aceh yang memang sangat khas di tempat itu, acara
bersantai sambil menikmati pemandangan pantai akan semakin kuat terasakan.
Jika ingin mandi di sana, Ujoeng Kareueng bukanlah
tempat yang direkomendasikan. Walaupun di sini, ombaknya terbilang tidak
terlalu ganas. Persoalannya, karang-karang di bawah laut yang tajam, bisa
membahayakan Anda. Sedangkan di sisi pantai yang segaris dengannya, seperti
Suak Raya, dan Pante Barat, sering menjadi tempat yang sangat diminati untuk
Anda yang hobi berenang. Hanya saja, harus benar-benar mampu membaca kondisi
cuaca. Sebab, dalam beberapa kondisi, gelombang besar sering kali menjadi
penyebab timbulnya korban di sini.
Tidak bisa ditutupi, beberapa kali terdapat beberapa
wisatawan dari luar negeri yang mencoba bermain bersama ombak di sini.
Sayangnya mereka harus menjemput ajal di sini. Kelelahan fisik, membuat mereka
tidak kuasa melawan keganasan ombak di sini. Tidak kurang, beberapa personil
militer yang pernah ditugaskan ke Meulaboh tidak sedikit yang meninggal di
kawasan pantai ini. Dalam lima tahun terakhir, terdapat angka kematian sekitar
tujuh kasus kematian. Lagi-lagi ini kembali pada kemampuan membaca kondisi
laut.
Biasanya, penduduk setempat akan dengan senang hati
untuk menjelaskan keadaan laut di sana. Kedekatan mereka dengan pantai di
sana sedikitnya membantu pemahaman mereka terhadap laut itu dengan cukup baik.
Untuk itu, jika tertarik ingin berenang, usahakan untuk menanyakan dulu pada
penduduk setempat, bagaimana kondisi laut. Tentunya, agar bisa menghindari
kemungkinan buruk semisal kematian.
Menelusuri sepanjang garis pantai dengan panjang
sekitar 10 kilometer di sana, yang paling menarik adalah bekas-bekas tsunami
yang masih tersisa. Terdapat bekas jembatan yang lumayan besar yang sebelum
musibah 2004 menjadi sarana penduduk sekitar untuk bepergian ke luar kabupaten.
Selain, juga bekas-bekas rumah-rumah penduduk yang hanya menyisakan pondasi
saja.
Melihat pemandangan itu, sedikitnya Anda akan terbawa
pada ekstase, seperti apa penduduk setempat berjuang di tengah air laut yang
menggenangi kampung mereka. Betapa, hanya sebagian kecil saja dari penduduk di
desa-desa di sana yang berhasil menyelamatkan diri.
Saya sendiri, biasanya memanfaatkan waktu sore untuk
berjalan-jalan di sekitar kawasan ini. Tentunya, saya bukan untuk
berenang. Alasannya, kemampuan saya berenang hanya untuk sungai-sungai saja,
sedang untuk laut dengan sejarah saya sebut di atas, saya tidak punya nyali
yang cukup besar. Justru, sepanjang pantai itu, saya hanya menikmati bertemunya
telapak kaki dengan pasir-pasir halus yang menghampar.
Sunset atau momen ketika matahari jelang tenggelam
acap menjadi saat yang paling diminati. Karena alasan, dari sepanjang bibir
pantai ini, semua itu kian terlihat jauh lebih tegas. Perpaduan warna langit
senja hari, dengan warna laut terasa seperti sebuah lukisan yang teramat sulit
untuk dilukiskan dengan kata-kata. Di garis pantai itu, tidak hanya jejak
tsunami saja yang tersisa. Namun di sana juga terdapat sejarah, salah satu
pahlawan nasional, Teuku Umar ditembak mati di Batee Puteh.
Jadi, berkunjung ke lokasi ini, merupakan kunjungan
menapaktilasi musibah besar yang mendunia, tsunami 2004. Di samping juga
menapak-tilasi mmomen yang menyejarah tentang pahlawan yang sering mengibuli
Belanda itu. Sensasi apa yang bisa Anda rasakan di sini, hanya bisa terjawab jika
Anda sendiri yang menyediakan waktu untuk berlibur ke sana.
Untuk Anda menginap, Hotel Meuligo, Hotel Tiara, dan
beberapa hotel lain tersedia di tengah kota yang tidak terlalu jauh dari pantai
ini. Biasanya, tarif hotel tersebut berkisar IDR 300.000 sampai dengan 1,5
juta.
Saleum Rakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar