Inayat Zakiatuddin Syah, ratu ketiga dalam Kerajaan Aceh, menolak Inggris yang ingin membangun benteng pertahanan, tapi menerima utusan Mekkah dengan sejumlah bingkisan. Sang ratu mengirim sedekah untuk fakir miskin di Mekkah.
RATU
Inayat Zakiatuddin dinobatkan menjadi sulthanah Aceh pada Minggu, 23 Januari
1678 menggantikan Ratu Naqiatuddin Syah. Dalam kitab Bustanus Salatin, karangan
Syeikh Nuruddin Ar Raniry, diungkapkan Ratu Inayat Zakiatuddin Syah awalnya
dikenal dengan nama Putri Raja Setia Binti Sultan Muhammad Syah. Setelah
dinobatkan sebagai ratu ia mendapat gelar Paduka Seri Sultanah Inayat Syah
Zakiatuddin Syah Berdaulat Zil Allah Fir Alam.
Sementara itu, Rusdi Sufi dan Muhammad Gade Ismail
dalam “Wanita Utama Nusantara dalam Lintasan Sejarah” menjelaskan,
menurut orang-orang Inggris yang datang ke Aceh pada tahun 1684, umur Ratu
Inayat Zakiatuddin Syah waktu itu sekitar 40 tahun. Ia digambarkan sebagai
seorang yang berbadan tegap dan memiliki suara yang keras.
Ratu Inayat Zakiatuddin Syah dalam memimpin kerajaan
Aceh menggunakan Syaikh Abdur Rauf yang dikenal sebagai Teungku Syiah Kuala
sebagai mufti sekaligus penasehatnya. Hoesien Djajadininggrat dalam buku “Critisch
Overzicht van de in Maleische Werken Vervae Gegevens Over de Geschiedenis van
Het Soeltanaat van Atjeh” mengungkapkan, Ratu Inayat Zakiatuddin Syah juga
meminta Syaikh Abdur Rauf, ulama besar Aceh untuk mengarang kitab yang berisi
tentang ulasan dan kumpulan Arba’in kompilasi 40 hadis yang berasal dari
Nawawi.
Rusdi Sufi dan Muhammad Gade Ismail mengungkapkan,
pada masa pemerintahan Ratu Inayat Zakiatuddin Syah, beberapa utusan luar
negeri datang ke Aceh membuka diplomasi, di antaranya dari Mekkah dan Inggris.
Pada tahun 1684 utusan dari Kerajaan Inggris mereka datang melalui
Madras, ketika sampai di Aceh utusan Inggris menghadap Ratu Inayat Zakiatuddin
Syah dan memohon kepada ratu agar diizinkan mendirikan sebuah kantor dagang
yang diperkuat dengan benteng pertahanan sendiri.
Dengan tegas permintaan itu ditolak oleh Ratu Inayat
Zakiatuddin Syah. Sebagai penguasa kerajaan Aceh ia menyadari dan mengerti arti
sebuah benteng pertahanan bagi warga asing di wilayah kekuasaannya. Ratu Inayat
Zakiatuddin Syah hanya mengizinkan pihak Inggris mendirikan kantor
maskapai perdagangannya di pelabuhan Aceh.
Pihak Inggris tidak diizinkan mendirikan benteng
pertahanan di Aceh dengan penjelasan bahwa kerajaan Aceh mampu memberikan
perlindungan bagi pihak asing yang membuka kantor perdagangannya di Aceh.
Jawaban tegas tapi diplomatis dari Ratu Inayat Zakiatuddin Syah menunjukkan
ketangguhan politik sang ratu dalam menjalin hubungan dengan luar negeri.
Sementara tentang kedatangan utusan Mekkah ke Aceh
pada masa pemerintahan Ratu Inayat Zakiatuddin Syah dijelaskan oleh Muhammad
Said dalam buku “Atjeh Sepandjang Abad” dalam buku itu dijelaskan, utusan
dari Mekkah yang datang ke Aceh itu bernama El Hajj Yusuf E Qodri. Ia diutus
oleh Raja Syarif Barakat ke India untuk memberikan bingkisan kepada Sulthan
Mongol, Aurangzeb. Tapi karena tidak berhasil ke Mongol utusan itu sampai ke
Aceh yang mereka kenal sebagai kerajaan yang taat kepada hukum-hukum Islam.
Ratu Inayat Zakiatuddin Syah menerima utusan itu
beserta bingkisan hadiahnya. Utusan dari Mekkah itu diterima dengan pergelaran
upacara kebesaran. Para utusan dari Mekkah itu merasa sangat puas, apalagi Ratu
Inayat Zakiatuddin Syah meminta kepada para utusan itu untuk tinggal beberapa
waktu di Aceh karena Ratu Inayat Zakiatuddin Syah akan mempersiapkan
bingnkiasan balasan kepada utusan itu untuk diserahkan kepada Raja Barakat.
Ada dua bingkisan yang diserahkan Ratu Inayat
Zakiatuddin Syah kepada utusan dari Mekkah itu, kedua bingkisan tersebut berisi
barang-barang berharga seperti emas murni, kasturi, kayu alu, kapur barus,
sepasang terompah emas dan sejumlah uang sedekah untuk fakir miskin yang ada di
Mekkah.
Sumber lainnya, Sutan Iljas Pamena dalam buku “Rentjong
Atjeh di Tangan Wanita (Zaman Pemerintahan Raja-raja Puteri di Atjeh) terbitan
1959 mengungkapkan, sekembalinya ke Mekkah utusan itu menyampaikan kepada Raja
Mekkah betapa baik dan sempurnya pemerintahan Ratu Inayat Zakiatuddin Syah di
Kerajaan Aceh, yang rakyatnya taat beragama Islam, hidup rukun dan damai dalam
kemakmuran.
Saleum Rakan
RANUP ATJEH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar