RESEP
Bahan - bahan
Ø
Santan
secukupnya.
Ø
Kelapa
parut yang sudah dihaluskan secukupnya.
Ø
Terong
hijau.
Ø
Kacang
panjang.
Ø
Daun
melinjo.
Ø
Daun
tapak leman.
Ø
Sere.
Ø
Daun
jeruk perut.
Ø
Udang.
Ø
Durian
yang difermentasikan disimpan dalam botol / toples hingga jadi asam.
Bumbu
Ø
6
Siung bawang merah.
Ø
1
Siung bawang putih.
Ø
Cabe
rawit secukupnya.
Ø
3
Cabe merah.
Ø
Lengkuas
secukupnya.
Ø
Kunyit
1,5 centimeter
Cara membuat:
Ø
Terong
hijau, kacang panjang, daun melinjo, daun tapak leman, sere, daun jeruk diiris
halus.
Ø
Bawang
merah, bawang putih, cabe rawit, cabe merah, lengkuas, dan kunyit dihaluskan
menjadi bumbu.
Ø
Masukkan
semua sayuran yang telah diiris dan udang dalam satu wadah pemasak.
Ø
Tambahkan
durian yang telah difermentasi.
Ø
Aduk
dengan bumbu halus.
Ø
Letakkan
di atas kompor.
Ø
Masak
dengan santan cair.
Ø
Setelah
setengah matang, tuangkan santan kental.
Ø
Tunggu
hingga matang.
Ø
Gulai
jruek drien siap dinikmati.
KABUPATEN Aceh Selatan memiliki tiga suku asli. Sekitar 60 persen
penduduk di sana bersuku Aceh, 30 persen di antaranya suku Aneuk Jamee, dan 10
persen lagi suku Kluet. Dari ketiga suku ini, menghadirkan keragaman bahasa
serta adat istiadat. Tak terkecuali kuliner. Masing - masing suku di kabupaten
penghasil pala itu juga memiliki kuliner khas tersendiri, yang kemudian menjadi
khas Aceh Selatan. Salah satunya jruek drien atau asam durian. Awalnya, masakan
ini dikenalkan oleh suku Aneuk Jamee, yang merupakan perantau Minangkabau. Para
perantau tersebut telah bermukim kabupaten yang dikenal dengan legenda Tuan
Tapak itu sejak abad ke-15. Dari mereka, gulai jruek drien kian menyebar hingga
ke penduduk lain yang berada di Aceh Selatan. Kini, masakan tersebut dikenal
sebagai makanan khas kabupaten yang memiliki 18 kecamatan itu.
SAJAUH - JAUH bangau tabang, pulang ka kubangan juo. Sajauh - jauh awak
marantau, pulang ka kampung juo. Begitulah sedikitnya falsafah yang dipegang
Mawaddah. Wanita kelahiran Lhok Gajah, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya
(Abdya), 9 Desember 1986, itu memegang teguh falsafah dimaksud.
Falsafah itu memiliki arti, “Sejauh -
jauh bagau terbang, pulang ke sarang juga. Sejauh - jauh kita merantau, pulang
ke kampung juga.” Bagi Mawaddah, kendati sering berpindah - pindah mengikuti
tugas orang tuanya sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dia
selalu teringat kampung halamannya.
Hal yang paling tak bisa dilupakan
oleh Mawaddah adalah kekhasan kuliner dari daerahnya sendiri. Karena itu, putri
pertama dari pasangan Syamsuddin Ismail dan Faridah ini tetap berusaha keras
mempelajari masakan khas Aceh Selatan dan Abdya. Mulai dari resep sampai kepada
cara penyajiannya.
Dari sekian masakan khas Aceh
Selatan dan Abdya yang sudah dipelajari, paling menarik bagi wanita yang acap
disapa Wardah ini adalah gulai jruek drien (gulai asam durian). Sebab, selain
lebih banyak menggunakan sayur - sayuran sebagai bahan utama, gulai jruek drien
ini juga tergolong unik: Hanya bisa dibuat saat musim panen durian.
Dari sejumlah literatur, gulai ini
juga dikenal di beberapa daerah lain di Sumatera, seperti Padang, Sumatera
Barat, dan Jambi. Cuma, di dua daerah itu dikenal dengan sebutan tempoyak.
Di Aceh, gulai jruek drien ini hanya
ada di Aceh Selatan dan Abdya. Sebab, di dua kabupaten itu, sebagian
penduduknya berasal dari daerah Padang, Sumatera Barat. Para penduduk asal
Sumatera Barat itu dikenal dengan suku Aneuk Jamee.
Setiap musim panen durian tiba,
kebiasaan masyarakat di wilayah Aceh Selatan dan Abdya banyak membuat masakan
gulai jruek drien. Selain itu, sebagian durian yang telah dipanen juga sebagian
ada yang dibuat untuk dodol durian. Dalam bahasa Aceh, disebut Geulamoe Drien.
Bahan - bahannya juga berbahan dasar durian yang dicampur dengan tepung beras
ketan.
Sedangkan jruek drien ini terbuat
dari hasil fermentasi daging durian yang disimpan selama beberapa hari dalam
wadah tertutup. Setelah menjadi jruek drin, baru dimanfaatkan sebagai bahan
masakan. Gulai jruek drien ini bisa diracik dengan udang, ikan air tawar,
maupun daun pakis. “Tentu saja memiliki cita rasa yang khas dan lezat,” ujar
Mawaddah saat dikunjungi Serambi, beberapa hari lalu.
Jika dilihat dari bahan - bahan yang
digunakan, gulai jruek drien ini hampir sama dengan gulai pliek u. Sebab,
masakan ini banyak menggunakan daun - daunan sebagai bahan utamanya, dan santan
untuk kuahnya. Bedanya, untuk gulai jruek drien ditambahkan buah durian sebagai
bahan utama.
Bagi yang baru pertama kali
mencicipi gulai jruek drien ini, belum tentu akan bersahabat dengan lidahnya.
Namun, jika sudah berulangkali mencicipi masakan khas Aceh Selatan ini, akan
semakin manja di lidah dan ketagihan.
“Gulai merupakan bagian dari
identitas dan ciri khas Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya yang secara historis
erat kaitannya dengan kedatangan suku Padang ke wilayah Pantai Barat - Selatan
Aceh,” papar alumnus SMA Negeri 5 Kendari, Sulawesi Tenggara, ini.
Meski telah melalui masa remaja dan
besar di Makassar, lidah Mawaddah tak bisa lepas dari kuliner asal daerahnya.
Keinginan kuatnya untuk mempelajari resep masakan warisan indatu itu, merupakan
cermin dari pepatah “Condong mato kanan rancak, condong salero ka nan lamak,
lapuk - lapukdikajangi, using - usang dipabaharui. Rancak di awak jangan sampai
katuju lek urang.”
Ungkapan itu pas bila dipakai untuk
melestarikan budaya dan masakan khas daerah kita. Jangan sampai, kita punya
masakan yang lain punya nama.
Nah, ingin coba kelezatan dari
uniknya gulai jruek drien? Segera coba.
Saleum Rakan