Selasa, 26 November 2013

Jruek Drien, Gulai Lezat Dengan Rasa Unik



RESEP
Bahan - bahan
Ø  Santan secukupnya.
Ø  Kelapa parut yang sudah dihaluskan secukupnya.
Ø  Terong hijau.
Ø  Kacang panjang.
Ø  Daun melinjo.
Ø  Daun tapak leman.
Ø  Sere.
Ø  Daun jeruk perut.
Ø  Udang.
Ø  Durian yang difermentasikan disimpan dalam botol / toples hingga jadi asam.

Bumbu
Ø  6 Siung bawang merah.
Ø  1 Siung bawang putih.
Ø  Cabe rawit secukupnya.
Ø  3 Cabe merah.
Ø  Lengkuas secukupnya.
Ø  Kunyit 1,5 centimeter

Cara membuat:
Ø  Terong hijau, kacang panjang, daun melinjo, daun tapak leman, sere, daun jeruk diiris halus.
Ø  Bawang merah, bawang putih, cabe rawit, cabe merah, lengkuas, dan kunyit dihaluskan menjadi bumbu.
Ø  Masukkan semua sayuran yang telah diiris dan udang dalam satu wadah pemasak.
Ø  Tambahkan durian yang telah difermentasi.
Ø  Aduk dengan bumbu halus.
Ø  Letakkan di atas kompor.
Ø  Masak dengan santan cair.
Ø  Setelah setengah matang, tuangkan santan kental.
Ø  Tunggu hingga matang.
Ø  Gulai jruek drien siap dinikmati.

KABUPATEN Aceh Selatan memiliki tiga suku asli. Sekitar 60 persen penduduk di sana bersuku Aceh, 30 persen di antaranya suku Aneuk Jamee, dan 10 persen lagi suku Kluet. Dari ketiga suku ini, menghadirkan keragaman bahasa serta adat istiadat. Tak terkecuali kuliner. Masing - masing suku di kabupaten penghasil pala itu juga memiliki kuliner khas tersendiri, yang kemudian menjadi khas Aceh Selatan. Salah satunya jruek drien atau asam durian. Awalnya, masakan ini dikenalkan oleh suku Aneuk Jamee, yang merupakan perantau Minangkabau. Para perantau tersebut telah bermukim kabupaten yang dikenal dengan legenda Tuan Tapak itu sejak abad ke-15. Dari mereka, gulai jruek drien kian menyebar hingga ke penduduk lain yang berada di Aceh Selatan. Kini, masakan tersebut dikenal sebagai makanan khas kabupaten yang memiliki 18 kecamatan itu.

SAJAUH - JAUH bangau tabang, pulang ka kubangan juo. Sajauh - jauh awak marantau, pulang ka kampung juo. Begitulah sedikitnya falsafah yang dipegang Mawaddah. Wanita kelahiran Lhok Gajah, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya (Abdya), 9 Desember 1986, itu memegang teguh falsafah dimaksud.

Falsafah itu memiliki arti, “Sejauh - jauh bagau terbang, pulang ke sarang juga. Sejauh - jauh kita merantau, pulang ke kampung juga.” Bagi Mawaddah, kendati sering berpindah - pindah mengikuti tugas orang tuanya sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dia selalu teringat kampung halamannya.

Hal yang paling tak bisa dilupakan oleh Mawaddah adalah kekhasan kuliner dari daerahnya sendiri. Karena itu, putri pertama dari pasangan Syamsuddin Ismail dan Faridah ini tetap berusaha keras mempelajari masakan khas Aceh Selatan dan Abdya. Mulai dari resep sampai kepada cara penyajiannya.

Dari sekian masakan khas Aceh Selatan dan Abdya yang sudah dipelajari, paling menarik bagi wanita yang acap disapa Wardah ini adalah gulai jruek drien (gulai asam durian). Sebab, selain lebih banyak menggunakan sayur - sayuran sebagai bahan utama, gulai jruek drien ini juga tergolong unik: Hanya bisa dibuat saat musim panen durian.

Dari sejumlah literatur, gulai ini juga dikenal di beberapa daerah lain di Sumatera, seperti Padang, Sumatera Barat, dan Jambi. Cuma, di dua daerah itu dikenal dengan sebutan tempoyak.

Di Aceh, gulai jruek drien ini hanya ada di Aceh Selatan dan Abdya. Sebab, di dua kabupaten itu, sebagian penduduknya berasal dari daerah Padang, Sumatera Barat. Para penduduk asal Sumatera Barat itu dikenal dengan suku Aneuk Jamee.

Setiap musim panen durian tiba, kebiasaan masyarakat di wilayah Aceh Selatan dan Abdya banyak membuat masakan gulai jruek drien. Selain itu, sebagian durian yang telah dipanen juga sebagian ada yang dibuat untuk dodol durian. Dalam bahasa Aceh, disebut Geulamoe Drien. Bahan - bahannya juga berbahan dasar durian yang dicampur dengan tepung beras ketan.

Sedangkan jruek drien ini terbuat dari hasil fermentasi daging durian yang disimpan selama beberapa hari dalam wadah tertutup. Setelah menjadi jruek drin, baru dimanfaatkan sebagai bahan masakan. Gulai jruek drien ini bisa diracik dengan udang, ikan air tawar, maupun daun pakis. “Tentu saja memiliki cita rasa yang khas dan lezat,” ujar Mawaddah saat dikunjungi Serambi, beberapa hari lalu.

Jika dilihat dari bahan - bahan yang digunakan, gulai jruek drien ini hampir sama dengan gulai pliek u. Sebab, masakan ini banyak menggunakan daun - daunan sebagai bahan utamanya, dan santan untuk kuahnya. Bedanya, untuk gulai jruek drien ditambahkan buah durian sebagai bahan utama.

Bagi yang baru pertama kali mencicipi gulai jruek drien ini, belum tentu akan bersahabat dengan lidahnya. Namun, jika sudah berulangkali mencicipi masakan khas Aceh Selatan ini, akan semakin manja di lidah dan ketagihan.

“Gulai merupakan bagian dari identitas dan ciri khas Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya yang secara historis erat kaitannya dengan kedatangan suku Padang ke wilayah Pantai Barat - Selatan Aceh,” papar alumnus SMA Negeri 5 Kendari, Sulawesi Tenggara, ini.

Meski telah melalui masa remaja dan besar di Makassar, lidah Mawaddah tak bisa lepas dari kuliner asal daerahnya. Keinginan kuatnya untuk mempelajari resep masakan warisan indatu itu, merupakan cermin dari pepatah “Condong mato kanan rancak, condong salero ka nan lamak, lapuk - lapukdikajangi, using - usang dipabaharui. Rancak di awak jangan sampai katuju lek urang.”

Ungkapan itu pas bila dipakai untuk melestarikan budaya dan masakan khas daerah kita. Jangan sampai, kita punya masakan yang lain punya nama.

Nah, ingin coba kelezatan dari uniknya gulai jruek drien? Segera coba.



Saleum Rakan